KOMPETENSI GURU
Rusliansyah
NIM.90110301
Dalam Peringatan Hari Guru Nasional XI,
tepatnya pada tanggal 2 Desember 2004, karena Presiden mencanangkan guru
sebagai profesi. Pencanangan itu diharapkan menjadi tonggak kebangkitan guru
untuk senantiasa terus meningkakan kompetensinya dan sebagai upaya agar profesi
guru menjadi daya tarik bagi putra-putri terbaik negeri ini untuk menjadi guru
Sejak itu, gairah untuk segera menetapkan
undang-undang profesi guru dan dosen menjadi semakin tampak. Kini, sejumlah perangkat
perundang-undangan diterbitkan dengan harapan seorang guru dapat menjadi tenaga
yang benar-benar kompoten sehingga mampu meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) segenap warga Negara Indonesia, sehingga Negara Indonesia menjadi
Negara yang maju dalam pendidikan. Tak mengherankan bila kini para guru dan
sejumlah orang yang punya perhatian kepada guru, memperbincangkan soal
kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi.
Sebagai profesi, kompetensi
guru ini erat kaitannya dengan keberhasilan guru sebagai seorang pendidik,
dimana guru yang kompeten berpeluang menjadi pendidik yang profesional. Oleh
karena itu, pada tulisan ini penulis merasa perlu untuk mengkaji apakah
guru-guru kita ini sudah kompeten atau belum, sudah profesional atau belum
dalam menjalankan profesinya. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita harus
mengerti apa yang dimaksud dengan kompetensi.
Sebagai ilustrasi. Pada tahun ajaran
2007 – 2008 beberapa orang siswa di suatu sekolah A dipusat kota Palu berhasil
melalui Ujian Nasional dengan nilai rata-rata diatas 9,00. Apakah guru-guru di
sekolah tersebut sudah dapat dikatakan kompoten dalam mengajar? Sementara itu
sebuah sekolah B dipinggiran kota Palu pada tahun ajaran yang sama hanya mampu
meluluskan siswanya 68 %. Apakah guru-guru di sekolah tesebut tidak meiliki
kompetensi dam mengajar? Tentunya dengan fakta tersebut kita belum dapat
menyimpulkan bahwa guru-guru di sekolah A tersebut memiliki kompetensi dalam
mengajar dan guru-guru di sekolah B tidak kompoten. Bisa saja keberhasilan pada
sekolah A disebabkan oleh siswa yang masuk disekolah tersebut adalah siswa
pilihan dengan kemampuan diatas rata-rata. Sebaliknya siswa yang masuk ke
sekolah B adalah siswa yang kemampuannya dibawah rata-rata.
Kalau kita baca literatur, tidak (belum) ada definisi
kompetensi yang disetujui secara universal, tergantung dari asal definisi itu
dibuat, yaitu :
- Berdasarkan
kebijaksanaan pemerintah
- Keinginan
dunia kerja
- Hasil
riset.
Sebagaimana
tinjauan teori
grounded pendekatan konsep kompetensi
(Weinert, 2001) mengungkapkan
bahwa tidak ada penggunaan tunggal
dari konsep kompetensi dan tidak ada definisi yang diterima secara
luas atau teori pemersatu.
Misalnya
Robert A. Roe (2001) mengemukakan
definisi dari kompetensi yaitu: Competence is defined as the ability to
adequately perform a task, duty or role. Competence integrates knowledge,
skills, personal values and attitudes. Competence builds on knowledge and
skills and is acquired through work experience and learning by doing. Dalam pendefinisian ini, Robert A. Roe
menekankan bahwa Kompetensi merupakan kemampuan untuk melakukan tugas atau
peran secara memadai. Mengintegrasikan kompetensi pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai
pribadi dan sikap.
Sementara itu Watson Wyatt dalam
Ruky (2003:106) mengatakan
kompetensi merupakan kombinasi dari keterampilan (skill),
pengetahuan (knowledge), dan perilaku (attitude) yang dapat
diamati dan diterapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah organisasi dan
prestasi kerja serta kontribusi pribadi karyawan terhadap organisasinya.
Dari dua pandangan di atas, Penulis berpendapat bahwa
kompetensi adalah Pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk untuk melakukan
suatu pekerjaan secara efektif. Kompetensi berkaitan erat dengan
proses memaknai fungsi setiap individu dalam pekerjaan yang mereka tekuni.
Sebagai ilustrasi, kompetensi seorang pengacara dan seorang
jaksa. Walaupun keduanya berada dalam satu wadah yaitu wadah penegakan hokum,
tetapi keduanya memiliki kompetensi yang berbeda. Seorang pengacara akan
menjadi pengacara yang kompoten jika dia dapat memaknai fungsinya sebagai
pengacara. Sehingga dengan pengetahuannya tentang peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan keterampilannya mengemukakan pendapat di depan persidangan,
pengacara tersebut diharapkan dapat meringankan atau bahkan dapat membebaskan
klienya dari dakwaan jaksa. Sebaliknya seorang jaksa akan menjadi jaksa yang
kompoten jika dia dapat memaknai fungsinya sebagai jaksa. Sehingga dengan
pengetahuannya tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
keterampilannya mengemukakan fakta di depan persidangan, tentunya diharapkan
dakwaannya dapat dikabulkan oleh majelis hakim.
Demikian
pula halnya dengan seorang guru. Untuk menjadi guru yang kompoten, kita
harus mengetahui siapa sebenarnya guru itu dan apa fungsinya. Guru adalah
semua orang yang berwenang dan bertanggungjawab terhadap pendidikan siswa, baik
secara individual maupun klasikal, baik disekolah maupun di luar sekolah, ini
berarti seorang guru minimal memiliki dasar-dasar
kompetensi sebagai wewenang dan kemampuan dalam melaksanakan tugasnya.
Untuk itu seorang guru perlu memiliki kepribadian, menguasai
bahan pelajaran dan menguasai cara-cara mengajar sebagai dasar kompetensi. Bila
guru tidak memiliki kepribadian, tidak menguasai bahan pelajaran dan cara-cara
mengajar, maka guru akan gagal menunaikan tugasnya, sebelum berbuat lebih
banyak dalam pendidikan dan pengajaran. Oleh Karena itu, kompetensi mutlak
dimiliki guru sebagai kemampuan, kecakapan atau keterampilan dalam mengelola
kegiatan pendidikan. Dengan demikian guru
yang kompeten berarti memiliki pengetahuan
keguruan, dan memiliki keterampilan
serta kemampuan sebagai guru dalam
melaksanakan tugasnya.
Guru yang kompeten tidak
hanya tahu akan tugas, peranan dan kompetensinya. Namun dapat melaksanakan
apa-apa yang menjadi tugas dan perannya, dan selalu meningkatkan kompetensinya agar tercapai kondisi proses belajar mengajar yang efektif dan tercapai
tujuan belajar secara optimal
Sebagai ilustrasi, ketika disuatu sekolah terjadi keributan
akibat dari amukan beberapa orang siswa yang tidak naik kelas. Fungsi guru
disini bukanlah sebagai pengajar, melainkan bagaimana caranya guru berfungsi
sebagai orang tua atau sekaligus sebagai teman dari para siswa tersebut,
sehingga guru dapat menyelami masalah siswanya dan dapat menenangkan atau
mengontrol emosi mereka.
Ilustrasi lain, Seorang Guru Matematika
dikatakan berkompetensi dalam mengajar
Bidang Studi Matematika, jika guru tersebut memiliki pengetahuan
yang dalam terhadap Bidang Studi Matematika, terampil menggunakan
aturan-aturan yang berlaku dalam Matematika dan mampu mentransferkan
pengetahuan yang dimilikinya kepada Peserta Didiknya. Sehingga Peserta Didik
dapat melakukan kegiatan matematika dan mampu menyelesaikan masalah sehari-hari
yang berkaitan dengan matematika.
Hal lain yang tidak kalah penting
untuk mendukung kompetensi seorang guru adalah sarana prasarana yang ada pada
sekolah dimana guru tersebut mengajar. Semakin lengkap sarana prasarana yang
ada pada suatu sekolah, tentunya diharapkan guru yang mengajar disekolah
tersebut semakin kompeten dalam bidang keilmuannya masing-masing.
Sebagai ilustrasi, pada sekolah B
yang telah dikemukakan sebelumnya pada tahun ajaran 2007 – 2008 tidak memiliki
fasilitas Laboratoriu. Apakah itu Laboratorium Fisika, Kimia dan Komputer.
Bahkan di sekolah tersebut tidak memiliki buku-buku perpustakaan. Jadi menurut
penulis wajarlah jika dengan latar belakang yang dimilikinya, sekolah tersebut
hanya mampu mencapai tingkat kelulusan 68%.
Dari uraian singkat di atas, penulis
mencoba untuk menyimpulkan bahwa kompetensi guru berkaitan erat dengan
pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan seseorang guru pada bidang keilmuan yang
ditekuninya. Selain itu kompetensi seorang guru sangat dipengaruhi oleh latar
belakang peserta didiknya dan sarana prasarana pada sekolah dimana guru
tersebut mengajar.