Rabu, 21 September 2011

Makalah Kompetensi Guru


KOMPETENSI GURU
Rusliansyah
NIM.90110301

Dalam Peringatan Hari Guru Nasional XI, tepatnya pada tanggal 2 Desember 2004, karena Presiden mencanangkan guru sebagai profesi. Pencanangan itu diharapkan menjadi tonggak kebangkitan guru untuk senantiasa terus meningkakan kompetensinya dan sebagai upaya agar profesi guru menjadi daya tarik bagi putra-putri terbaik negeri ini untuk menjadi guru
Sejak itu, gairah untuk segera menetapkan undang-undang profesi guru dan dosen menjadi semakin tampak. Kini, sejumlah perangkat perundang-undangan diterbitkan dengan harapan seorang guru dapat menjadi tenaga yang benar-benar kompoten sehingga mampu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) segenap warga Negara Indonesia, sehingga Negara Indonesia menjadi Negara yang maju dalam pendidikan. Tak mengherankan bila kini para guru dan sejumlah orang yang punya perhatian kepada guru, memperbincangkan soal kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi.
Sebagai profesi, kompetensi guru ini erat kaitannya dengan keberhasilan guru sebagai seorang pendidik, dimana guru yang kompeten berpeluang menjadi pendidik yang profesional. Oleh karena itu, pada tulisan ini penulis merasa perlu untuk mengkaji apakah guru-guru kita ini sudah kompeten atau belum, sudah profesional atau belum dalam menjalankan profesinya. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita harus mengerti apa yang dimaksud dengan kompetensi.
Sebagai ilustrasi. Pada tahun ajaran 2007 – 2008 beberapa orang siswa di suatu sekolah A dipusat kota Palu berhasil melalui Ujian Nasional dengan nilai rata-rata diatas 9,00. Apakah guru-guru di sekolah tersebut sudah dapat dikatakan kompoten dalam mengajar? Sementara itu sebuah sekolah B dipinggiran kota Palu pada tahun ajaran yang sama hanya mampu meluluskan siswanya 68 %. Apakah guru-guru di sekolah tesebut tidak meiliki kompetensi dam mengajar? Tentunya dengan fakta tersebut kita belum dapat menyimpulkan bahwa guru-guru di sekolah A tersebut memiliki kompetensi dalam mengajar dan guru-guru di sekolah B tidak kompoten. Bisa saja keberhasilan pada sekolah A disebabkan oleh siswa yang masuk disekolah tersebut adalah siswa pilihan dengan kemampuan diatas rata-rata. Sebaliknya siswa yang masuk ke sekolah B adalah siswa yang kemampuannya dibawah rata-rata.
Kalau kita baca literatur, tidak (belum) ada definisi kompetensi yang disetujui secara universal, tergantung dari asal definisi itu dibuat, yaitu :
  1. Berdasarkan kebijaksanaan pemerintah
  2. Keinginan dunia kerja
  3. Hasil riset.
Sebagaimana tinjauan teori grounded pendekatan konsep kompetensi (Weinert, 2001) mengungkapkan bahwa tidak ada penggunaan tunggal dari konsep kompetensi dan tidak ada definisi yang diterima secara luas atau teori pemersatu.
            Misalnya Robert A. Roe (2001) mengemukakan definisi dari kompetensi yaitu: Competence is defined as the ability to adequately perform a task, duty or role. Competence integrates knowledge, skills, personal values and attitudes. Competence builds on knowledge and skills and is acquired through work experience and learning by doing. Dalam pendefinisian ini, Robert A. Roe menekankan bahwa Kompetensi merupakan kemampuan untuk melakukan tugas atau peran secara memadai. Mengintegrasikan kompetensi pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai pribadi dan sikap.
            Sementara itu Watson Wyatt dalam Ruky (2003:106) mengatakan kompetensi merupakan kombinasi dari keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan perilaku (attitude) yang dapat diamati dan diterapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah organisasi dan prestasi kerja serta kontribusi pribadi karyawan terhadap organisasinya.
Dari dua pandangan di atas, Penulis berpendapat bahwa kompetensi adalah Pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk untuk melakukan suatu pekerjaan secara efektif. Kompetensi berkaitan erat dengan proses memaknai fungsi setiap individu dalam pekerjaan yang mereka tekuni.
Sebagai ilustrasi, kompetensi seorang pengacara dan seorang jaksa. Walaupun keduanya berada dalam satu wadah yaitu wadah penegakan hokum, tetapi keduanya memiliki kompetensi yang berbeda. Seorang pengacara akan menjadi pengacara yang kompoten jika dia dapat memaknai fungsinya sebagai pengacara. Sehingga dengan pengetahuannya tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku dan keterampilannya mengemukakan pendapat di depan persidangan, pengacara tersebut diharapkan dapat meringankan atau bahkan dapat membebaskan klienya dari dakwaan jaksa. Sebaliknya seorang jaksa akan menjadi jaksa yang kompoten jika dia dapat memaknai fungsinya sebagai jaksa. Sehingga dengan pengetahuannya tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku dan keterampilannya mengemukakan fakta di depan persidangan, tentunya diharapkan dakwaannya dapat dikabulkan oleh majelis hakim.
Demikian pula halnya dengan seorang guru. Untuk menjadi guru yang kompoten, kita harus mengetahui siapa sebenarnya guru itu dan apa fungsinya. Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggungjawab terhadap pendidikan siswa, baik secara individual maupun klasikal, baik disekolah maupun di luar sekolah, ini berarti seorang guru minimal memiliki dasar-dasar kompetensi sebagai wewenang dan kemampuan dalam melaksanakan tugasnya. Untuk itu seorang guru perlu memiliki kepribadian, menguasai bahan pelajaran dan menguasai cara-cara mengajar sebagai dasar kompetensi. Bila guru tidak memiliki kepribadian, tidak menguasai bahan pelajaran dan cara-cara mengajar, maka guru akan gagal menunaikan tugasnya, sebelum berbuat lebih banyak dalam pendidikan dan pengajaran. Oleh Karena itu, kompetensi mutlak dimiliki guru sebagai kemampuan, kecakapan atau keterampilan dalam mengelola kegiatan pendidikan. Dengan demikian guru yang kompeten berarti memiliki pengetahuan keguruan, dan memiliki keterampilan serta kemampuan sebagai guru dalam melaksanakan tugasnya.
            Guru yang kompeten
 tidak hanya tahu akan tugas, peranan dan kompetensinya. Namun dapat melaksanakan apa-apa yang menjadi tugas dan perannya, dan selalu meningkatkan kompetensinya agar tercapai kondisi proses belajar mengajar yang efektif dan tercapai tujuan belajar secara optimal
Sebagai ilustrasi, ketika disuatu sekolah terjadi keributan akibat dari amukan beberapa orang siswa yang tidak naik kelas. Fungsi guru disini bukanlah sebagai pengajar, melainkan bagaimana caranya guru berfungsi sebagai orang tua atau sekaligus sebagai teman dari para siswa tersebut, sehingga guru dapat menyelami masalah siswanya dan dapat menenangkan atau mengontrol emosi mereka.
Ilustrasi lain, Seorang Guru Matematika dikatakan berkompetensi dalam mengajar  Bidang Studi Matematika, jika guru tersebut memiliki pengetahuan yang dalam terhadap Bidang Studi Matematika, terampil menggunakan aturan-aturan yang berlaku dalam Matematika dan mampu mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya kepada Peserta Didiknya. Sehingga Peserta Didik dapat melakukan kegiatan matematika dan mampu menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan matematika.
Hal lain yang tidak kalah penting untuk mendukung kompetensi seorang guru adalah sarana prasarana yang ada pada sekolah dimana guru tersebut mengajar. Semakin lengkap sarana prasarana yang ada pada suatu sekolah, tentunya diharapkan guru yang mengajar disekolah tersebut semakin kompeten dalam bidang keilmuannya masing-masing.
Sebagai ilustrasi, pada sekolah B yang telah dikemukakan sebelumnya pada tahun ajaran 2007 – 2008 tidak memiliki fasilitas Laboratoriu. Apakah itu Laboratorium Fisika, Kimia dan Komputer. Bahkan di sekolah tersebut tidak memiliki buku-buku perpustakaan. Jadi menurut penulis wajarlah jika dengan latar belakang yang dimilikinya, sekolah tersebut hanya mampu mencapai tingkat kelulusan 68%.
Dari uraian singkat di atas, penulis mencoba untuk menyimpulkan bahwa kompetensi guru berkaitan erat dengan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan seseorang guru pada bidang keilmuan yang ditekuninya. Selain itu kompetensi seorang guru sangat dipengaruhi oleh latar belakang peserta didiknya dan sarana prasarana pada sekolah dimana guru tersebut mengajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini